Searching...
Rabu, 31 Desember 2014

KONDISI KETIDAKMERATAAN PENDAPATAN DINEGARA BERKEMBANG

Distribusi Pendapatan
Ketidak Merataan Distribusi Pendapatan

Oleh: Rasyid Yoga Pradita
( Ketua Demisioner KKY periode 2012-2013, Mahasiswa STIE YKPN Yogyakarta dan aktifis IKPM Jawa Tengah Yogyakarta)

Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya ketidak merataan distribusi pendapatan merupakan inti permasalahan pembangunan. Walau pun titik perhatian utama kita pada ketidak merataan distribusi pendapatan dan kekayaan.

lewat pemahaman yang mendalan akan ketidak merataan dari kemiskinan ini memberikan dasar yang baik untuk menganalisis masalah pembangunanyang lebih kusus seperti pertumbuhan penduduk, pengangguran, pembangunan pedesaan pendidikan, perdagangan internasional dan sebagainya.

Cara sederhana mendeteksi masalah distribusi poendapatan dan kemiskinan adalah dengan menggunakan kerangka kemungkinan produksi. Untuk menggambarkan analisis tersebut produksi barang dalam sebuah perekonomian dibagi menjadi 2 macam, pertama barang barang kebutuhan pokok dan barang barang mewah.

Dengan menganggap bahwa produksi sekarang terjadi paqda batas kemungkinan produksi, pertanyaan yang timbul adalah bagaimana menentukan kombinasi antara barang – barang klebutuhan pokok dan barang – barang mewah? Dan siapa yang menentukanya?

Dinegara yang tingkat GNP dan pendapatan perkapitanya rendah semakin timpang distribusi pendapatan maka permintaan agregat akan semakin di pengaruhi oleh prilaku konsumen orang – orang kaya. Secara umum apa yang menyebabkan ketidak merataan distribusi pendapatan di NSB Irma Aaldeman dan Chynthia Taft Morris mengemukanan 8 sebab
1.     Penambahan penduduk yang tinggi
2.     inflasi
3.     ketidak merataan pembangunan daerah
4.     investasi
5.     rendahnya mobilitas sosial
6.     kebijaksanaan distribusoi impor
7.     memburuknya nilai tukar
8.     hancurnya industri kerajinan

Distribusi Pendapatan Perseorangan
Ukuran Distribusi Pendapatan Perseorangan

Ukuran sederhana menunjukan hubungan antara individu dengan pendapatan total yang mereka terima. Bagaimana caranya poendapatan itu  di peroleh tidak di perhatikan. Berapa banyakl pendapatan masing – masing pribadi. Lebih jauh lagi sumber – sumber bersifat lokasional dan okupasional. Oleh karena itu para ejonom dan ahli statistik lebih suka menyusun semua individu menurut tingkat opebndapatanya yang semakin meninggi dan kemudioan membagi semua individu kedalam kelompok yang berbeda. Metode yang umum adalah membagi kelompok ke dalam kuintil atau desil sesuai dengan tingkat penbdapatan yang semakin tinggi dan kemudian menentukan proporsi dari oendapatan nasional total yang dterima oleh masing – masing kelompok tersebut.

Cara lain menganalisis distribusi pendapatan perorangan adalah membuat kurva yang di sebut kurva lorenz. Dinamakan kurva lorenz karena yang memperkenalkan kurva tersebut adalah Conrad Lorenz seorang ahli statistika dari amerika serikat. Pada tahun 1905 ia menggambartkan hubungan antara kelompok – kelompok penduduk dan pangsa pendapatan mereka.

Kurva lorenz menunujukan hubungan kuantitatif anatara presentase penduduk dan presentase pendapatan yang mereka terima. Semakin jauh kurva lorenz tersebut dari garis diagonal semakin tinggi derajat ketidak merataanyang di tunjukan.

Distribusi Fungsional
Distribusi fungsional atau distribusi pangsa faktor produksi menjelaskan pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing masing   faktor produksi. Teori ukuran distribusi pendapatan fungsional tersebutmenyelidiki presentase yang diterima tenaga kerja secara keseluruhan dibnandingkan dengan presentase dari pendapatan nasional yang terdiri dari sewa, bunga dan laba.

Konsep ini mencoba untuk menjelaskan pendapatan suatu faktor produksi mnelalui kpontribusi faktor tersebut terhadap produksi. Kurva penawaran dan permintaan digunakan untuk menentukan harga dari masing – masing faktor produksi, jika harga tersebut dikalikan dengan kuantitas yang digunakan, dengan anggapan penggunaan faktor produksi secara efisien akan di dapatkan jumlah pembayaran dari masing – masing faktor produksi.

Menurut asumsi pasar pesaingan, permintaan akan tenaga kerja di tentukan oleh Marginal Product dari tenaga kerja tersebut. Tambahan pekerja akan pekerjaan sampai pada titik dimana nilai dari Marginal Productnya sama dangan tingkat upah riil, tetapi sesuai dengan prinsip Marginal Product yang menurun, permintaan akan tenaga kerja akan merupakan suatu fungsi yang menurun dari jumlah yang di perkerjakan.

Distribusi fungsional
Distribusi fungsional atau distribusi pangsa factor produksi menjelaskan pangsa (share) pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing factor produksi. Teori ukuran distribusi pendapatan fungsional tersebut menyelidiki presentase yang diterima tenaga kerja secara keseluruhan dibandingkan dengan presentasi dari pendapatan nasional yang terdiri dari sewa, bunga, dan laba.

Konsep ini mencoba untuk menjelaskan pendapatan suatu faktor produksi melalui kontribusi  faktor tersebut terhadap produksi, kurva penawaran dan permintaan digunakan untuk menentukan harga-harga dari masing-masing factor produksi. Jika harga-harga tersebut dikalikan dengan kuantitas yang digunakan dengan anggapan penggunaan faktor produksi secara efisien (biaya minimum) akan didapatkan jumlah pembayaran dari masing-masing faktor produksi.

Menurut pasar persaingan, permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh marginal product dari tenaga kerja tersebut. Yaitu tambahan pekerja akan pekerjaan sampai pada titik dimana nilai dari marginal productnya sama dengan tingkat upah riil. Tetapi sesuai dengan prinsip marginal product yang menurun, permintaan akan tenaga kerja ini akan merupakan suatu fungsi yang menurun dari jumlah yang dipekerjakan.

Distribusi Pendapatan Di Indonesia
Ada dua pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan pengeluaran sebagai pencerminan pendapatan, dan pendekatan pendapatan itu sendiri.sumber data utama tentang distribusi pendapatan di Indonesia berasl dari surfey sosial ekonomi nasional (SUSENAS) dan hasil surfey biaya hidup di beberapa kota besar Indonesia juga merupakan sumber data untuk perhitungan. Kedua data inilah yang umumnya dipergunakan orang untuk menganalisis masalah distribusi pendapatan di Indonesia. Oleh karena itu bisa dimengerti jika suatu analisis tentang distribusi pendapatan di Indonesia seringkali bersifat perkiraan dan sangat kasar. Baik karena datanya berserak-serak, terbatasnya kurun waktu, daerah sampel yang berbeda dari satu periode ke periode lainnya, maupun kekurangan dari perubahan metode yang digunakan.

Secara khusus, pengukuran ketimpangan distribusi pendapatan dengan pendekatan pengeluaran dilakukan oleh Dwight King dan Peter Weldon (1975)
Dari pembahasan masalah distribusi pendapatan dimuka, kita bisa menarik beberapa kesimpulan:
1.     Semua Negara, apakah “kapitalis”, ”sosialis”, atau “cmpuran”, menunjukan adanya ketidak merataan distribusi pendapatan. Hal ini karena kita membutuhkan beberapa ide mengenai distribusi pendapatan yang praktis dan bisa dilaksanakan. Dengan kata lain, dalam membuat semacam batasan atau target yang harus dicapaioleh suatu Negara bukan untuk mencapai suatu kemerataan yang ideal (sempurna) yang tidak bisa dilaksanakan.
2.     Negara-negara sosialis biasanya mempunyai derajat ketidakmerataan yang rendah.koefisien gininya rendah, misalnya chekoslowakia, hongaria, dan polandia.

3.     Negara-negara maju menunjukkan keadaan distribusi pendapatan yang lebih merata daripada hamper semua NSB. Keadaan ini terutama sekali disebabkan oleh adanya mekanisme yang efektif di Negara-negara majuuntuk mentransfer sebagian pendapatan mereka dari si miskin terhadap si kaya. Misalnya pajak pendapatan yang progresif, jaminan sosial, tunjangan pengangguran, penyediaan makanan pokok,dan pembayaran-pembayaran lainnya demi kesejahteraan si miskin

0 komentar:

 
Back to top!