Searching...
Jumat, 19 Mei 2017

Tari Gusjigang








Gusjigang adalah akronim dari bagus budi pekerti, pintar mengaji dan pintar berdagang. Gusijang adalah ajaran dari Sunan Kudus kepada para pengikutnya saat menyebarkan ajaran agama di sekitar wilayah Kudus, Pati, Jepara, Rembang dan Tuban Jawa Timur.
Gusjigang sendiri merupakan ajaran dari Sunan Kudus yang mempunyai makna berakhlak bagus, pintar ngaji dan pintar dagang. Dengan filosofi tersebut Sunan Kudus menuntun pengikutnya dan masyarakat Kudus menjadi orang yang berkepribadian bagus, tekun mengaji dan dapat berdagang. Ajaran Gusjigang berpengaruh pada perilaku warga sekitar masjid yang kini dikenal dengan Kudus Kulon.
Sunan Kudus mengajarkan kepada masyarakat Kudus dan sekitarnya bahwa selain mementingkan kehidupan duniawi, harus juga diimbangi dengan kehidupan akhirat. Sebagaimana yang telah tercermin dalam ajaran Gusjigang itu sendiri.
Tak heran jika kota Kudus telah berkembang pesat dalam perekonomian dibanding beberapa ratus tahun yang lal. Seperti dalam industri rokok, kota Kudus dikenal sebagai kota kretek yakni kota yangkaya dengan sejuta industri rokok yang telah mengantarkan kota Kudus ke kancah nasional. Tak hanya rokok, prekonomian di kota Kudus juga berkembang dengan berbagai industri seperti usaha konveksi, batik, kerajinan tangan, pabrik gula dan lain-lain.
Tari Gusjigang sendiri merupakan tari kreasi yang diciptakan oleh teman kami, Dinda Putri dan Galuh Winda Olief. Tarian ini menggambarkan watak bagus, ngaji dan berdagang di setiap gerakannya.
Tari Gusjigang sudah ditampilkan dua kali di Yogyakarta di acara yang cukup bergengsi. Kami berharap agar tarian ini akan menjadi tarian khas dari kota Kudus.
Kota Kudus adalah kota kecil dengan berbagai keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakatnya. Mulai dari agama, pekerjaan, hingga budaya. Di Kota Kudus, juga terdapat 2 sunan dari walisongo yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa jaman dahulu kala. Dua wali itu ialah Sunan Muria atau Raden Umar Sa’id dan Sunan Kudus atau Syekh Ja’far Shodiq. Tak heran juga jika kota Kudus dikenal juga sebagai Kota Santri, sebab terdapat banyak pondok pesantren yang tersebar di Kota Kudus. Dengan adanya dua sunan di Kudus, tentu saja meninggalkan berbagai ajaran dan budaya. Kehadiran Sunan Muria dan Sunan Kudus pun mempunyai peran penting dalam peradaban agama dan budaya dalam Kota Kudus. Sejak dulu kala, Kota Kudus telah dikenal sebagai kota yang penuh toleransi antar umat. Hal ini tercermin dalam menara Kudus yang memadukan budaya islam, dan juga hindu-budha. Tak hanya itu, adanya larangan menyebelih hewan korban sapi juga merupakan salah satu bukti bahwa Kudus adalah kota yang penuh toleransi. Selain itu, Sunan Kudus juga meninggalkan sebuah ajaran Gusjigang, ialah sebuah ajaran Sunan Kudus tentang bagaimana hidup di dunia dan diakhirat yang diajarkan kepada pengikutnya yang tersebar di Kota Kudus dan sekitarnya. Gusjigang adalah sebuah akronim dari “bagus, ngaji, dagang”. Gus berarti bagus, ji berarti ngaji, gang berarti dagang. Dalam artian bagus akhlaknya, rajin mengaji, dan pandai berdagang. Gusjigang sendiri telah melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Kudus. Terlebih jika memusatkan perhatian ke Kudus kulon, yakni pusat peradaban agama islam di Kota Kudus. Sunan Kudus mengajarkan kepada masyarakat Kudus dan sekitarnya bahwa selain mementingkan kehidupan duniawi, harus juga diseimbangi dengan kehidupan akhirat. Sebagaimana yang telah tercermin dalam ajaran Gusjigang itu sendiri. Tak heran jika kota Kudus telah berkembang pesat dalam perekonomian dibanding beberapa ratus tahun yang lalu. Seperti dalam industri rokok, Kota Kudus dikenal sebagai kota kretek yakni kota akan sejuta industri rokok yang telah mengantarkan Kota Kudus dalam kancah nasional. Tak hanya rokok, perekonomian masyarakat Kudus juga berkembang dari usaha konveksi, gula, kopi, palawija, beras dll. Bukti nyata tentang ajaran Gusjigang yakni kehidupan warga masyarakat di sekitar Masjid Al-Aqsa khususnya, yang dikenal sebagai masyarakat yang agamis, dan juga pandai berdagang.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/radenbaguska/gusjigang-sebuah-ajaran-sunan-kudus-yang-mendalam_56909b8bdb93735f11b618ea
Kota Kudus adalah kota kecil dengan berbagai keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakatnya. Mulai dari agama, pekerjaan, hingga budaya. Di Kota Kudus, juga terdapat 2 sunan dari walisongo yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa jaman dahulu kala. Dua wali itu ialah Sunan Muria atau Raden Umar Sa’id dan Sunan Kudus atau Syekh Ja’far Shodiq. Tak heran juga jika kota Kudus dikenal juga sebagai Kota Santri, sebab terdapat banyak pondok pesantren yang tersebar di Kota Kudus. Dengan adanya dua sunan di Kudus, tentu saja meninggalkan berbagai ajaran dan budaya. Kehadiran Sunan Muria dan Sunan Kudus pun mempunyai peran penting dalam peradaban agama dan budaya dalam Kota Kudus. Sejak dulu kala, Kota Kudus telah dikenal sebagai kota yang penuh toleransi antar umat. Hal ini tercermin dalam menara Kudus yang memadukan budaya islam, dan juga hindu-budha. Tak hanya itu, adanya larangan menyebelih hewan korban sapi juga merupakan salah satu bukti bahwa Kudus adalah kota yang penuh toleransi. Selain itu, Sunan Kudus juga meninggalkan sebuah ajaran Gusjigang, ialah sebuah ajaran Sunan Kudus tentang bagaimana hidup di dunia dan diakhirat yang diajarkan kepada pengikutnya yang tersebar di Kota Kudus dan sekitarnya. Gusjigang adalah sebuah akronim dari “bagus, ngaji, dagang”. Gus berarti bagus, ji berarti ngaji, gang berarti dagang. Dalam artian bagus akhlaknya, rajin mengaji, dan pandai berdagang. Gusjigang sendiri telah melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Kudus. Terlebih jika memusatkan perhatian ke Kudus kulon, yakni pusat peradaban agama islam di Kota Kudus. Sunan Kudus mengajarkan kepada masyarakat Kudus dan sekitarnya bahwa selain mementingkan kehidupan duniawi, harus juga diseimbangi dengan kehidupan akhirat. Sebagaimana yang telah tercermin dalam ajaran Gusjigang itu sendiri. Tak heran jika kota Kudus telah berkembang pesat dalam perekonomian dibanding beberapa ratus tahun yang lalu. Seperti dalam industri rokok, Kota Kudus dikenal sebagai kota kretek yakni kota akan sejuta industri rokok yang telah mengantarkan Kota Kudus dalam kancah nasional. Tak hanya rokok, perekonomian masyarakat Kudus juga berkembang dari usaha konveksi, gula, kopi, palawija, beras dll. Bukti nyata tentang ajaran Gusjigang yakni kehidupan warga masyarakat di sekitar Masjid Al-Aqsa khususnya, yang dikenal sebagai masyarakat yang agamis, dan juga pandai berdagang.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/radenbaguska/gusjigang-sebuah-ajaran-sunan-kudus-yang-mendalam_56909b8bdb93735f11b618ea
Kota Kudus adalah kota kecil dengan berbagai keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakatnya. Mulai dari agama, pekerjaan, hingga budaya. Di Kota Kudus, juga terdapat 2 sunan dari walisongo yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa jaman dahulu kala. Dua wali itu ialah Sunan Muria atau Raden Umar Sa’id dan Sunan Kudus atau Syekh Ja’far Shodiq. Tak heran juga jika kota Kudus dikenal juga sebagai Kota Santri, sebab terdapat banyak pondok pesantren yang tersebar di Kota Kudus. Dengan adanya dua sunan di Kudus, tentu saja meninggalkan berbagai ajaran dan budaya. Kehadiran Sunan Muria dan Sunan Kudus pun mempunyai peran penting dalam peradaban agama dan budaya dalam Kota Kudus. Sejak dulu kala, Kota Kudus telah dikenal sebagai kota yang penuh toleransi antar umat. Hal ini tercermin dalam menara Kudus yang memadukan budaya islam, dan juga hindu-budha. Tak hanya itu, adanya larangan menyebelih hewan korban sapi juga merupakan salah satu bukti bahwa Kudus adalah kota yang penuh toleransi. Selain itu, Sunan Kudus juga meninggalkan sebuah ajaran Gusjigang, ialah sebuah ajaran Sunan Kudus tentang bagaimana hidup di dunia dan diakhirat yang diajarkan kepada pengikutnya yang tersebar di Kota Kudus dan sekitarnya. Gusjigang adalah sebuah akronim dari “bagus, ngaji, dagang”. Gus berarti bagus, ji berarti ngaji, gang berarti dagang. Dalam artian bagus akhlaknya, rajin mengaji, dan pandai berdagang. Gusjigang sendiri telah melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Kudus. Terlebih jika memusatkan perhatian ke Kudus kulon, yakni pusat peradaban agama islam di Kota Kudus. Sunan Kudus mengajarkan kepada masyarakat Kudus dan sekitarnya bahwa selain mementingkan kehidupan duniawi, harus juga diseimbangi dengan kehidupan akhirat. Sebagaimana yang telah tercermin dalam ajaran Gusjigang itu sendiri. Tak heran jika kota Kudus telah berkembang pesat dalam perekonomian dibanding beberapa ratus tahun yang lalu. Seperti dalam industri rokok, Kota Kudus dikenal sebagai kota kretek yakni kota akan sejuta industri rokok yang telah mengantarkan Kota Kudus dalam kancah nasional. Tak hanya rokok, perekonomian masyarakat Kudus juga berkembang dari usaha konveksi, gula, kopi, palawija, beras dll. Bukti nyata tentang ajaran Gusjigang yakni kehidupan warga masyarakat di sekitar Masjid Al-Aqsa khususnya, yang dikenal sebagai masyarakat yang agamis, dan juga pandai berdagang.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/radenbaguska/gusjigang-sebuah-ajaran-sunan-kudus-yang-mendalam_56909b8bdb93735f11b618ea
Kota Kudus adalah kota kecil dengan berbagai keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakatnya. Mulai dari agama, pekerjaan, hingga budaya. Di Kota Kudus, juga terdapat 2 sunan dari walisongo yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa jaman dahulu kala. Dua wali itu ialah Sunan Muria atau Raden Umar Sa’id dan Sunan Kudus atau Syekh Ja’far Shodiq. Tak heran juga jika kota Kudus dikenal juga sebagai Kota Santri, sebab terdapat banyak pondok pesantren yang tersebar di Kota Kudus. Dengan adanya dua sunan di Kudus, tentu saja meninggalkan berbagai ajaran dan budaya. Kehadiran Sunan Muria dan Sunan Kudus pun mempunyai peran penting dalam peradaban agama dan budaya dalam Kota Kudus. Sejak dulu kala, Kota Kudus telah dikenal sebagai kota yang penuh toleransi antar umat. Hal ini tercermin dalam menara Kudus yang memadukan budaya islam, dan juga hindu-budha. Tak hanya itu, adanya larangan menyebelih hewan korban sapi juga merupakan salah satu bukti bahwa Kudus adalah kota yang penuh toleransi. Selain itu, Sunan Kudus juga meninggalkan sebuah ajaran Gusjigang, ialah sebuah ajaran Sunan Kudus tentang bagaimana hidup di dunia dan diakhirat yang diajarkan kepada pengikutnya yang tersebar di Kota Kudus dan sekitarnya. Gusjigang adalah sebuah akronim dari “bagus, ngaji, dagang”. Gus berarti bagus, ji berarti ngaji, gang berarti dagang. Dalam artian bagus akhlaknya, rajin mengaji, dan pandai berdagang. Gusjigang sendiri telah melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Kudus. Terlebih jika memusatkan perhatian ke Kudus kulon, yakni pusat peradaban agama islam di Kota Kudus. Sunan Kudus mengajarkan kepada masyarakat Kudus dan sekitarnya bahwa selain mementingkan kehidupan duniawi, harus juga diseimbangi dengan kehidupan akhirat. Sebagaimana yang telah tercermin dalam ajaran Gusjigang itu sendiri. Tak heran jika kota Kudus telah berkembang pesat dalam perekonomian dibanding beberapa ratus tahun yang lalu. Seperti dalam industri rokok, Kota Kudus dikenal sebagai kota kretek yakni kota akan sejuta industri rokok yang telah mengantarkan Kota Kudus dalam kancah nasional. Tak hanya rokok, perekonomian masyarakat Kudus juga berkembang dari usaha konveksi, gula, kopi, palawija, beras dll. Bukti nyata tentang ajaran Gusjigang yakni kehidupan warga masyarakat di sekitar Masjid Al-Aqsa khususnya, yang dikenal sebagai masyarakat yang agamis, dan juga pandai berdagang.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/radenbaguska/gusjigang-sebuah-ajaran-sunan-kudus-yang-mendalam_56909b8bdb93735f11b618ea
Kota Kudus adalah kota kecil dengan berbagai keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakatnya. Mulai dari agama, pekerjaan, hingga budaya. Di Kota Kudus, juga terdapat 2 sunan dari walisongo yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa jaman dahulu kala. Dua wali itu ialah Sunan Muria atau Raden Umar Sa’id dan Sunan Kudus atau Syekh Ja’far Shodiq. Tak heran juga jika kota Kudus dikenal juga sebagai Kota Santri, sebab terdapat banyak pondok pesantren yang tersebar di Kota Kudus. Dengan adanya dua sunan di Kudus, tentu saja meninggalkan berbagai ajaran dan budaya. Kehadiran Sunan Muria dan Sunan Kudus pun mempunyai peran penting dalam peradaban agama dan budaya dalam Kota Kudus. Sejak dulu kala, Kota Kudus telah dikenal sebagai kota yang penuh toleransi antar umat. Hal ini tercermin dalam menara Kudus yang memadukan budaya islam, dan juga hindu-budha. Tak hanya itu, adanya larangan menyebelih hewan korban sapi juga merupakan salah satu bukti bahwa Kudus adalah kota yang penuh toleransi. Selain itu, Sunan Kudus juga meninggalkan sebuah ajaran Gusjigang, ialah sebuah ajaran Sunan Kudus tentang bagaimana hidup di dunia dan diakhirat yang diajarkan kepada pengikutnya yang tersebar di Kota Kudus dan sekitarnya. Gusjigang adalah sebuah akronim dari “bagus, ngaji, dagang”. Gus berarti bagus, ji berarti ngaji, gang berarti dagang. Dalam artian bagus akhlaknya, rajin mengaji, dan pandai berdagang. Gusjigang sendiri telah melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Kudus. Terlebih jika memusatkan perhatian ke Kudus kulon, yakni pusat peradaban agama islam di Kota Kudus. Sunan Kudus mengajarkan kepada masyarakat Kudus dan sekitarnya bahwa selain mementingkan kehidupan duniawi, harus juga diseimbangi dengan kehidupan akhirat. Sebagaimana yang telah tercermin dalam ajaran Gusjigang itu sendiri. Tak heran jika kota Kudus telah berkembang pesat dalam perekonomian dibanding beberapa ratus tahun yang lalu. Seperti dalam industri rokok, Kota Kudus dikenal sebagai kota kretek yakni kota akan sejuta industri rokok yang telah mengantarkan Kota Kudus dalam kancah nasional. Tak hanya rokok, perekonomian masyarakat Kudus juga berkembang dari usaha konveksi, gula, kopi, palawija, beras dll. Bukti nyata tentang ajaran Gusjigang yakni kehidupan warga masyarakat di sekitar Masjid Al-Aqsa khususnya, yang dikenal sebagai masyarakat yang agamis, dan juga pandai berdagang.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/radenbaguska/gusjigang-sebuah-ajaran-sunan-kudus-yang-mendalam_56909b8bdb93735f11b618ea
Kota Kudus adalah kota kecil dengan berbagai keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakatnya. Mulai dari agama, pekerjaan, hingga budaya. Di Kota Kudus, juga terdapat 2 sunan dari walisongo yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa jaman dahulu kala. Dua wali itu ialah Sunan Muria atau Raden Umar Sa’id dan Sunan Kudus atau Syekh Ja’far Shodiq. Tak heran juga jika kota Kudus dikenal juga sebagai Kota Santri, sebab terdapat banyak pondok pesantren yang tersebar di Kota Kudus. Dengan adanya dua sunan di Kudus, tentu saja meninggalkan berbagai ajaran dan budaya. Kehadiran Sunan Muria dan Sunan Kudus pun mempunyai peran penting dalam peradaban agama dan budaya dalam Kota Kudus. Sejak dulu kala, Kota Kudus telah dikenal sebagai kota yang penuh toleransi antar umat. Hal ini tercermin dalam menara Kudus yang memadukan budaya islam, dan juga hindu-budha. Tak hanya itu, adanya larangan menyebelih hewan korban sapi juga merupakan salah satu bukti bahwa Kudus adalah kota yang penuh toleransi. Selain itu, Sunan Kudus juga meninggalkan sebuah ajaran Gusjigang, ialah sebuah ajaran Sunan Kudus tentang bagaimana hidup di dunia dan diakhirat yang diajarkan kepada pengikutnya yang tersebar di Kota Kudus dan sekitarnya. Gusjigang adalah sebuah akronim dari “bagus, ngaji, dagang”. Gus berarti bagus, ji berarti ngaji, gang berarti dagang. Dalam artian bagus akhlaknya, rajin mengaji, dan pandai berdagang. Gusjigang sendiri telah melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Kudus. Terlebih jika memusatkan perhatian ke Kudus kulon, yakni pusat peradaban agama islam di Kota Kudus. Sunan Kudus mengajarkan kepada masyarakat Kudus dan sekitarnya bahwa selain mementingkan kehidupan duniawi, harus juga diseimbangi dengan kehidupan akhirat. Sebagaimana yang telah tercermin dalam ajaran Gusjigang itu sendiri. Tak heran jika kota Kudus telah berkembang pesat dalam perekonomian dibanding beberapa ratus tahun yang lalu. Seperti dalam industri rokok, Kota Kudus dikenal sebagai kota kretek yakni kota akan sejuta industri rokok yang telah mengantarkan Kota Kudus dalam kancah nasional. Tak hanya rokok, perekonomian masyarakat Kudus juga berkembang dari usaha konveksi, gula, kopi, palawija, beras dll. Bukti nyata tentang ajaran Gusjigang yakni kehidupan warga masyarakat di sekitar Masjid Al-Aqsa khususnya, yang dikenal sebagai masyarakat yang agamis, dan juga pandai berdagang.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/radenbaguska/gusjigang-sebuah-ajaran-sunan-kudus-yang-mendalam_56909b8bdb93735f11b618ea

0 komentar:

 
Back to top!