Membahas tentang Kota Kudus, memang tidak pernah lepas dari salah satunya yaitu masyarakat Kudus itu sendiri, pendidikan serta lapangan kerja. Dari ketiga pokok permasalahan tersebut setidaknya memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Di dalam pendidikan, baik formal, nonformal maupun informal sekiranya memuat akan tuntutan memelihara kebudayaan dan lingkungan serta terwujudnya lapangan pekerjaan. Di sinilah terciptanya kebudayaan masyarakat, di tengah-tengah lingkungan dan kebudayaan yang berkembang oleh, dari dan untuk segenap komponen masyarakat.
Dalam dunia pendidikan, perlu digalakkan usaha memperluas wawasan kultural. Baik kalangan elite maupun kalangan menengah ke bawah. Lebih- lebih kalangan elite yang dapat menimbulkan dampak trend- setters. Mereka mestinya justru dapat membuktikan bahwa di balik kosmetika materialistik mereka tersimpan kejiwaan yang peka terhadap hal ihwal kultural. Itu semua tak lain adalah agar tercipta perwujudan cita-cita kebangsaan (nationhood), itulah terutama menjadi andalan pengembangan kebudayaan, bukan untuk sekadar kehidupan bernegara (statehood).
Dikotomi “Timur- Barat”, manifestasi budaya Barat cenderung menjadi superioritas, sedangkan budaya Timur cenderung sebagai obyek kuriositas. Jika dikaji lebih dalam, westernisasi di negara kita tidak dapat dielakkan lagi keberadaannya. Hal inilah yang membuat peminat kebudayaan asli dari bangsa kita semakin menyusut jumlahnya dari generasi ke generasi. Ironisnya, hal ini juga sudah mulai terjadi di kota Kudus.
Tidak jarang para kaum muda menampilkan budaya sandingan (sub- culture) atau budaya muda (youth- culture) yang menjadi selera mereka saat ini. Kadang ada juga yang menampilkan budaya tandingan (counter- culture). Budaya sandingan dapat berupa perilaku dan penampilan, gaya berujar dan penggunaan bahasa sesuka hati. Sedangkan budaya tandingan dapat ditampilkan dengan ciri negativisme, sikap protes, ungkapan pembangkangan, dan lain sebagainya. Budaya ini tidak seperti budaya sandingan yang berjalan mengikuti realitas sosial budaya, tetapi merupakan oposisi dari realitas termaksud. Begitulah adanya budaya anak muda pada umumnya dan pelajar pada khususnya di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di kota Kudus.
Di dalam pendidikan, baik formal, nonformal maupun informal sekiranya memuat akan tuntutan memelihara kebudayaan dan lingkungan serta terwujudnya lapangan pekerjaan. Di sinilah terciptanya kebudayaan masyarakat, di tengah-tengah lingkungan dan kebudayaan yang berkembang oleh, dari dan untuk segenap komponen masyarakat.
Dalam dunia pendidikan, perlu digalakkan usaha memperluas wawasan kultural. Baik kalangan elite maupun kalangan menengah ke bawah. Lebih- lebih kalangan elite yang dapat menimbulkan dampak trend- setters. Mereka mestinya justru dapat membuktikan bahwa di balik kosmetika materialistik mereka tersimpan kejiwaan yang peka terhadap hal ihwal kultural. Itu semua tak lain adalah agar tercipta perwujudan cita-cita kebangsaan (nationhood), itulah terutama menjadi andalan pengembangan kebudayaan, bukan untuk sekadar kehidupan bernegara (statehood).
Dikotomi “Timur- Barat”, manifestasi budaya Barat cenderung menjadi superioritas, sedangkan budaya Timur cenderung sebagai obyek kuriositas. Jika dikaji lebih dalam, westernisasi di negara kita tidak dapat dielakkan lagi keberadaannya. Hal inilah yang membuat peminat kebudayaan asli dari bangsa kita semakin menyusut jumlahnya dari generasi ke generasi. Ironisnya, hal ini juga sudah mulai terjadi di kota Kudus.
Tidak jarang para kaum muda menampilkan budaya sandingan (sub- culture) atau budaya muda (youth- culture) yang menjadi selera mereka saat ini. Kadang ada juga yang menampilkan budaya tandingan (counter- culture). Budaya sandingan dapat berupa perilaku dan penampilan, gaya berujar dan penggunaan bahasa sesuka hati. Sedangkan budaya tandingan dapat ditampilkan dengan ciri negativisme, sikap protes, ungkapan pembangkangan, dan lain sebagainya. Budaya ini tidak seperti budaya sandingan yang berjalan mengikuti realitas sosial budaya, tetapi merupakan oposisi dari realitas termaksud. Begitulah adanya budaya anak muda pada umumnya dan pelajar pada khususnya di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di kota Kudus.
Makalah lengkap (Antropologi Pendidikan) dapat diunduh di link berikut :
http://www.4shared.com/file/jhFf1-H8/Antropologi.html
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
OLEH NUR ROCHMAN | YOGYAKARTA, FEBUARI 2012
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
OLEH NUR ROCHMAN | YOGYAKARTA, FEBUARI 2012
0 komentar:
Posting Komentar