KUDUS, KOMPAS.com - Para pelaku studi kebudayaan dan perbandingan agama-agama di Amerika Serikat tertarik mengetahui lebih lanjut ajaran toleransi antarumat beragama Sunan Kudus. Mereka menilai ajaran itu mampu menjadi bahan refleksi negara-negara lain yang bertikai atas nama agama.
Pengajar kebudayaan dan perbandingan agama-agama Universitas Arizona, Amerika Serikat, Prof Mark Woodward, menyatakan hal itu di Kudus, Jawa Tengah. Pernyataan itu mengemuka dalam dialog "Al-Quds, Jerusalem van Java" di Gedung Yayasan Menara Kudus, Sabtu (2/4/2011) malam.
Menurut Mark, ajaran toleransi Sunan Kudus yang menarik adalah pelarangan menyembelih sapi. Waktu itu, Kudus merupakan daerah taklukan Kerajaan Demak dari Kerajaan Majapahit. Sebagian besar warganya beragama Hindu.
Untuk menghormati mereka, Sunan Kudus meminta para pengikutnya tidak boleh menyembelih sapi. "Sampai sekarang ajaran itu masih dianut masyarakat Kudus. Tidak mengherankan jika di Kudus terkenal dengan kuliner dari kerbau, bukan sapi, seperti sate dan soto kerbau," kata Mark. Penulis "Al-Quds, Jerusalem in Java" itu mengemukakan, Sunan Kudus tidak pernah menutup Kudus bagi orang beragama lain.
Dia ingin setiap pemeluk agama bergandengan tangan membangun kesucian dengan keyakinan dan cara masing-masing. Tidak mengherankan jika Sunan Kudus menamakan kota taklukan itu sebagai Al-Quds yang berarti suci atau kudus. Nama Al-Quds itu berasal dari sebuah kota kuno di Yerusalem, dekat Masjid Al-Aqsa. "Sunan Kudus membawa pula sebuah batu dari masjid itu dan meletakkannya di mimbar Masjid Menara hingga kini," kata Mark.
Mark menambahkan, potret toleransi antarumat beragama di Kudus itu bakal menjadi materi diskusi di Timur Tengah, India, dan Pakistan. Tujuannya adalah memberi gambaran pola hidup berdampingan antarumat beragama kepada kelompok-kelompok yang bertikai.
Secara terpisah, Penulis buku "Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa", Nur Said, mengatakan, Sunan Kudus selalu mengedepankan hidup berdampingan dan membangun kedamaian antarsesama.
Hal itu tergambar jelas dalam filosofi hidup orang Kudus, yang konon kerap disuarakan Sunan Kudus. "Yen sira landep aja natoni, yen sira banter aja nglancangi, yen sira mandi aja mateni (apabila perkataan Anda tajam jangan untuk menyakiti, apabila Anda cepat jangan saling mendahului, apabila Anda memiliki kesaktian janganlah untuk membunuh)," kata Nur Said.
Sumber:
Pengajar kebudayaan dan perbandingan agama-agama Universitas Arizona, Amerika Serikat, Prof Mark Woodward, menyatakan hal itu di Kudus, Jawa Tengah. Pernyataan itu mengemuka dalam dialog "Al-Quds, Jerusalem van Java" di Gedung Yayasan Menara Kudus, Sabtu (2/4/2011) malam.
Menurut Mark, ajaran toleransi Sunan Kudus yang menarik adalah pelarangan menyembelih sapi. Waktu itu, Kudus merupakan daerah taklukan Kerajaan Demak dari Kerajaan Majapahit. Sebagian besar warganya beragama Hindu.
Untuk menghormati mereka, Sunan Kudus meminta para pengikutnya tidak boleh menyembelih sapi. "Sampai sekarang ajaran itu masih dianut masyarakat Kudus. Tidak mengherankan jika di Kudus terkenal dengan kuliner dari kerbau, bukan sapi, seperti sate dan soto kerbau," kata Mark. Penulis "Al-Quds, Jerusalem in Java" itu mengemukakan, Sunan Kudus tidak pernah menutup Kudus bagi orang beragama lain.
Dia ingin setiap pemeluk agama bergandengan tangan membangun kesucian dengan keyakinan dan cara masing-masing. Tidak mengherankan jika Sunan Kudus menamakan kota taklukan itu sebagai Al-Quds yang berarti suci atau kudus. Nama Al-Quds itu berasal dari sebuah kota kuno di Yerusalem, dekat Masjid Al-Aqsa. "Sunan Kudus membawa pula sebuah batu dari masjid itu dan meletakkannya di mimbar Masjid Menara hingga kini," kata Mark.
Mark menambahkan, potret toleransi antarumat beragama di Kudus itu bakal menjadi materi diskusi di Timur Tengah, India, dan Pakistan. Tujuannya adalah memberi gambaran pola hidup berdampingan antarumat beragama kepada kelompok-kelompok yang bertikai.
Secara terpisah, Penulis buku "Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa", Nur Said, mengatakan, Sunan Kudus selalu mengedepankan hidup berdampingan dan membangun kedamaian antarsesama.
Hal itu tergambar jelas dalam filosofi hidup orang Kudus, yang konon kerap disuarakan Sunan Kudus. "Yen sira landep aja natoni, yen sira banter aja nglancangi, yen sira mandi aja mateni (apabila perkataan Anda tajam jangan untuk menyakiti, apabila Anda cepat jangan saling mendahului, apabila Anda memiliki kesaktian janganlah untuk membunuh)," kata Nur Said.
Sumber:
http://oase.kompas.com/read/2011/04/03/22153122/AS.Tertarik.Ajaran.Toleransi.Sunan.Kudus
0 komentar:
Posting Komentar