Searching...
Senin, 09 Desember 2013

Keadilan dan Kesetaraan (gender issues)

Membicarakan keadilan dan kesetaraan di dalam Hukum Agama tidak bisa kita lepaskan dari tuntunan kitab suci 
By : Mazharuddin Aufa

Ilustrasi dari www.vhrmedia.com

A.    Kesetaraan Gender
Sebelum dibahas lebih dalam mengenai gender, alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan gender. Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (sex). Sejak dasawarsa terakhir di tengah maraknya gerakan feminis, kedua kata tersebut didefinisikan secara berbeda. Perbedaan konseptual antara gender dan sex mulamula diperkenalkan oleh Ann Oakley. Oleh karena itu, penulis akan mengemukakan perbedaan definisi tersebut guna menghindari pemahaman yang keliru.

Sex adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Fungsinya tidak dapat ditukarkan karena merupakan kodrat Tuhan. Sementara konsep gender adalah pembagian lelaki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya perempuan dianggap lemah lembut, emosional, keibuan dan sebagainya. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut tidaklah kodrati, karena tidak abadi dan dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan dan sebagainya. Sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, perkasa dan sebagainya. Oleh karena itu, gender dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat dapat berubah.

Pengertian lain mengenai gender dalam sosiologi mengacu pada sekumpulan ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan jenis kelamin individu (seseorang) dan diarahkan pada peran sosial atau identitasnya dalam masyarakat. WHO memberi batasan gender sebagai "seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat"

Dalam RUU KG Pasal 1 ayat (2), menyebutkan, bahwa: “Kesetaraan Gender adalah kondisi dan posisi yang menggambarkan kemitraan yang selaras, serasi, dan seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam akses, partisipasi, kontroldalam proses pembangunan, dan penikmatan manfaat yang sama dan adil di semua bidang kehidupan”.

Ketentuan dalam pasal ini memandang adanya diskriminatif selama ini terhadap kaum perempuan yang membedakan posisinya dengan kaum laki-laki. Bentuk diskriminasi yang dimaksud antara lain terkait pakaian, larangan perempuan menjadi pemimpin negara/penguasa, tanggung jawab keibuan, relasi suami istri, perkimpoian, perwalian, ketentuan waris dan lainnya sebagainya. Semua hal di atas dianggap diskriminatif dan tidak memberikan keadilan bagi kaum perempuan.

Dalam kasus gender yang dianggap sebagian orang tidak memihak kaum perempuan, muncullah berbagai gerakan untuk mendukung kesetaraan gender salah satu diantaranya yaitu: pertama, gerakan feminisme yang menganggap bahwa gender adalah konstruksi sosial budaya (nurture) dan menyepakati bahwa perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan prilaku gender dalam tataran sosial. 

Oleh karena itu, gerakan ini menganggap perlu ditegakkan kesetaraan kedudukan, hak, kewajiban serta peran antara lakilaki dan perempuan. Tidak ada pembagian kerja secara seksual; yang laki-laki bekerja di luar rumah sementara perempuan bekerja di dalam rumah.

B.     Gender dalam Kitab Suci
1.      Gender dalam Al-Qur’an dan Hadits
Dalam Al-Qur’an disebutkan dalam surat An-Nisa` ayat 34,
Ų§Ł„Ų±ِّŲ¬َŲ§Ł„ُ Ł‚َŁˆَّŲ§Ł…ُŁˆŁ†َ Ų¹َŁ„َŁ‰ Ų§Ł„Ł†ِّŲ³َŲ§Ų”ِ ŲØِŁ…َŲ§ ŁَŲ¶َّŁ„َ Ų§Ł„Ł„Ł‡ُ ŲØَŲ¹ْŲ¶َŁ‡ُŁ…ْ Ų¹َŁ„َŁ‰ ŲØَŲ¹ْŲ¶ٍ ŁˆَŲØِŁ…َŲ§ Ų£َŁ†ْŁَŁ‚ُŁˆŲ§ Ł…ِŁ†ْ Ų£َŁ…ْŁˆَŲ§Ł„ِŁ‡ِŁ…ْ ŁَŲ§Ł„ŲµَّŲ§Ł„ِŲ­َŲ§ŲŖُ Ł‚َŲ§Ł†ِŲŖَŲ§ŲŖٌ Ų­َŲ§ŁِŲøَŲ§ŲŖٌ Ł„ِŁ„ْŲŗَŁŠْŲØِ ŲØِŁ…َŲ§ Ų­َŁِŲøَ Ų§Ł„Ł„Ł‡ُ
Yang artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisa`: 34)

Penjelasan ayat diatas: (Allah) Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa kaum lelaki itu pemimpin atas kaum wanita, yaitu menjadi penegak atas mereka dalam memerintahkan mereka untuk melaksanakan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar memelihara kewajiban-kewajiban dan mencegah mereka dari berbagai kerusakan. Maka kaum lelaki wajib memerintahkan hal tersebut kepada kaum wanita dan menjadi penegak atas mereka. Juga dalam hal memberi nafkah, pakaian, dan tempat tinggal kepada mereka.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan sebab yang mengharuskan kaum lelaki mengurusi para wanita. Dia berfirman “dengan apa yang telah Allah utamakan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan dengan apa yang mereka beri nafkah dari harta-harta mereka”, yaitu dengan sebab keutamaan kaum lelaki atas kaum wanita serta diberikannya kelebihan atas mereka. Dalam Al-Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari menyebutkan, Dari Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan kekuasaan mereka kepada seorang perempuan." ( HR. Bukhari ).

2.      Gender dalam Bibel
Permasalahan gender dalam Katolik tidak terlepas dari konteks tradisi dan budaya, khususnya budaya agama Yahudi. Dalam agama Yahudi, laki-laki mempunyai posisi yang lebih dominan dibandingkan dengan perempuan. Dominasi ini menciptakan ketidakadilan gender. Ketika suatu perbuatan itu dilakukan oleh laki-laki, maka dianggap sebagai suatu kebenaran. Begitu juga di Indonesia, ajaran kristen tidak dapat terlepas dari budaya warga Indonesia. Dalam Kejadian 2 (Kejadian 2 adalah bagian dari Kitab Kejadian dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen.) Disebutkan bahwa “Allah menciptakan manusia dari bumi. Manusia yang pertama kali diciptakan adalah Adam. Kemudian dari tulang rusuk Adam diciptakanlah Hawa. Kemudian disebutkan bahwa Adam jatuh ke dalam dosa karena Hawa.”

Teks ini memunculkan pandangan bahwa perempuan adalah manusia kedua. Perempuan juga dipandang sebagai sumber dosa. Gereja mengambil teks ini sebagai dasar pandangan hubungan (relasi) antara laki-laki dengan perempuan. Hubungan ini dipandang hanya berdasarkan jenis kelamin saja. Posisi subordinat (posisi yang rendah) perempuan seperti inilah yang menjadi dasar pandangan awal gereja mengenai perempuan. Dalam Kejadian 2 pasal 2 ayat (5) disebutkan bahwa “perempuan merupakan manusia kedua, perempuan sebagai penggoda.” Teks normatif ini sangat berpotensi memunculkan kekerasan dalam rumah tangga jika ditafsirkan secara salah, namun dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perkembangan zaman, Gereja menolak ketidakadilan gender, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Gereja memperhatikan dengan serius dasar-dasar ajaran agama, yaitu; tradisi, teologi dan filsafat, kitab suci serta ajaran gereja dengan pastoral lainnya.

C.     Penanggulangan
Untuk mengembalikan nilai kerakyatan dan kemanusiaan pendidikan, Athiyah berpendapat bahwa pendidikan harus dipusatkan pada ibu. Apabila perempuan terdidik dengan baik, niscaya pemerataan pendidikan telah mencapai sasaran. Sebab, ibu adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Minim sekali orang yang terlepas dari jangkauan ibunya. Ibu adalah sekolah bagi rakyat tanpa mengenal lelah, ekonomi, waktu dan dilakkukan penuh kasih sayang. Padahal inti demokrasi tertinggi adalah saat keterbukaan, kerelaan dan persaudaraan telah mencapai tingkat kasih sayang. Peran ini adalah pendidikan nonformal yang biasa dilakkukan perempuan di rumah.

Presiden Tanzania, Nyerere pernah mengatakan, “Jika anda mendidik seorang laki-laki, berarti anda telah mendidik seorang person, tetapi jika anda mendidik seluruh orang perempuan berarti anda telah mendidik seluruh anggota keluarga.” Kondisi tersebut tidak bisa diperoleh lewat pendidikan yang meninggalkan nilai persamaan dan kemanusiaan. Sering dipahami bahwa perempuan didominasi perasaan daripada rasio. Karenanya mereka cenderung sensitive, berbeda dengan laki-laki yang lebih rasional karena yang dominan dalam dirinya adalah rasio sehingga perempuan tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi yang melibatkan rasio tersebut. Sebenarnya, kondisi yang sering disalah tafsirkan ini dari sisi kemanusiaan malah menunjukkan sebaliknya, yaitu perempuan memliki beberapa kelebihan diantaranya adalah lebih berperannya hati. Padahal, hati merupakan penentu nilai baik-buruk individu. Mereka yang dekat dengan alam, tekun dan teliti. Banyak bidang-bidnag yang membutuhkan kelebihan-kelebihan tersebut.

Di samping itu, dengan hati nurani juga seseorang membongkar kemunafikan. Bila hati nurani jernih dan bersih, pasti sesuai dan sama dengan hati nurani bangsa serta rakyat secara keseluruhan. Memang, perempuan cenderung emosional dan sensitive. Karenanya, dengan hati dan kesensitivannya mereka mendapatkan firasat-firasat keibuan yang membuatnya menjadi peka dan memiliki intuisi tajam akan apa yang ada di permukaan dan kasih sayang. Hal inilah yang menjadi inti dari nilai kemanusiaan.

Pusat pendidikan pada ibu, dapat memberi kepekaan diatas sebagaimana kata Rukmini, “Ibulah yang pertama kali tekun mendidik saya untuk memahami dunia dan kehidupan ini sebagai keutuhan sistem. Beliau selalu mengajak saya bangun pada malam hari melihat bintang dan menjelaskan soal jagad gede dan kaitannya dengan jagad cilik. Dari beliau saya bisa belajar mengenai bagaimana memahami keberadaan hidup ini dengan cara pandang yang taembus ruang dan waktu.”Dengan kasih sayangnya Rukmini melakukan pembelaan terhadap siapa yang lemah dan tertindas. Kepedulian seperti itu tak akan dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki hati nurani. Upaya lain untuk mengatasi bias gender dalam pendidikan Islam yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Reintepretasi ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang bias gender dilakukan secaa kontinu agar ajaran agama tidak dijadikan justifikasi sebagai kambing hitam untuk memenuhi keinginan segelintir orang.
2. Muatan kurikulum nasional yang menghilangkan dikotomis antara laki-laki dan perempuan, demikian pula kurikulum local dengan berbasis kesetaraan, keadilan dan keseimbangan. Kurikulum disusun sesuai dengan kebutuhan dan tipologi daerah yang dimulai dari tingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak  sampai ke tingkat Perguruan Tinggi.
3. Pemberdayaan kaum perempuan di sector pendidikan informal seperti pemberian fasilitas belajar mulai di tingkat kelurahan sampai kepada tingkat kabupaten disusaikan dengan kebutuhan daerah.
4. Pemberdayaan disector ekonomi untuk meningkatkan pendapatan keluarga terutama dalam kegiatan industry rumah tangga. Dengan demikian akan menghilangkan ketergantungan ekonomi kepada laki-laki karena salah satu terjadinya marginalisasi pada perempuan adalah ketergantungan ekonomi keluarga kepada laki-laki.
5. Pendidikan politik bagi perempuan agar dilakukan secara intensif untuk menghilangkan melek politik bagi perempuan. Karena masih ada anggapan bahwa politik itu hanya miliki laki-laki dan politik itu adalah kekerasan, padahal sebaliknya politik adalah seni untuk mecapai kekuasaan. Dengan demikian kuota 30% sesuai dengan amanah Undang-Undang segera terpenuhi, mengingat pemilih terbanyak adalah perempuan.
6. Pemberdayaan disektor keterampilan, baik keterampilan untuk kebutuhan rumah tangga maupun yang memiliki nilai jual ditingkatan, terutama kaum perempuan di pedasaan agar terjadi keseimbangan antara perempuan yang tinggal di perkotaan dengan pedesaan sama-sama memiliki keterampilan yang relative bagus.
7. Sosialisasi Undang-Undang Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga lebih intens dilakukan agar kaum perempuan mengetahui hak dan kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan amahan dari UUK.

A.    Kesimpulan
Membicarakan keadilan dan kesetaraan (gender issues) di dalam Hukum Agama tidak bisa kita lepaskan dari tuntunan kitab suci dalam Islam Al-Qur’an dan di dukung Al-Hadits sebagai sumber pokok dari Hukum, dalam Katholik Bibel dan kitab-kitab lainnya pada agama masing-masing. Gender dalam sosiologi mengacu pada sekumpulan ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan jenis kelamin individu (seseorang) dan diarahkan pada peran sosial atau identitasnya dalam masyarakat. WHO memberi batasan gender sebagai "seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat.

Dalam Al-Qur’an disebutkan dalam surat An-Nisa` ayat 34,
Ų§Ł„Ų±ِّŲ¬َŲ§Ł„ُ Ł‚َŁˆَّŲ§Ł…ُŁˆŁ†َ Ų¹َŁ„َŁ‰ Ų§Ł„Ł†ِّŲ³َŲ§Ų”ِ ŲØِŁ…َŲ§ ŁَŲ¶َّŁ„َ Ų§Ł„Ł„Ł‡ُ ŲØَŲ¹ْŲ¶َŁ‡ُŁ…ْ Ų¹َŁ„َŁ‰ ŲØَŲ¹ْŲ¶ٍ ŁˆَŲØِŁ…َŲ§ Ų£َŁ†ْŁَŁ‚ُŁˆŲ§ Ł…ِŁ†ْ Ų£َŁ…ْŁˆَŲ§Ł„ِŁ‡ِŁ…ْ ŁَŲ§Ł„ŲµَّŲ§Ł„ِŲ­َŲ§ŲŖُ Ł‚َŲ§Ł†ِŲŖَŲ§ŲŖٌ Ų­َŲ§ŁِŲøَŲ§ŲŖٌ Ł„ِŁ„ْŲŗَŁŠْŲØِ ŲØِŁ…َŲ§ Ų­َŁِŲøَ Ų§Ł„Ł„Ł‡ُ
Dalam Kejadian 2 (Kejadian 2 adalah bagian dari Kitab Kejadian dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen.) Disebutkan bahwa “Allah menciptakan manusia dari bumi. Manusia yang pertama kali diciptakan adalah Adam. Kemudian dari tulang rusuk Adam diciptakanlah Hawa. Kemudian disebutkan bahwa Adam jatuh ke dalam dosa karena Hawa.”

Mazharuddin Aufa,
Mahasiswa PAI UIN Sunan Kalijaga Asal Kabupaten Kudus Dan Anggota KKY

0 komentar:

 
Back to top!