Searching...
Rabu, 26 Juni 2013

ZAHRINA - Part 1

Cinta Dalam Cinta
Yogyakarta, 29 Mei 2013
Hanaufa Hubby Fiddhomir
Ilustrasi _ dgi-indonesia.com
            Hari ini Aku masih menunggunya, hingga dada sesak karena udara pengap, Aku masih menunggunya. Sebatang  rokok kretek setia menemaniku di selang – selang waktu untuk menunggu senyum gadis berkacama itu. Zahrina, lama sekali kau datang menemuiku. Apa Aku tak pantas untuk kau datangi? Hatiku mulai bergejolak, seakan hambar Aku mulai resah memikirkanmu.

            “Hai.” Sesosok itu datang.

            “Hai juga.” Jawabku dengan senyum datar.

            “Maaf ya Bob. Sudah lama disini.” Tanyanya membuatku sedikit kehilangan semangat.

            “Barusan. Santai saja.” Ciri khasku mulai tampak.

            Aku akui, Zahrina memang pandai. Mahasiswi jurusan ekonomi di UGM ini yang selalu membantu belajar dalam hal kuliah. Kebetulan jurusanku juga sama, Ekonomi. Hanya saja aku beda kampus dengannya. Andai........

            “ Ngalamun lagi.” Kata Zahrina menghentikan lamunanku.

            “ Maaf Nin. Sekarang kita mulai saja ya.”

            Hampir setengah jam Zahrina menjelaskan masalah perekonomian. Tapi, sama saja Aku masih belum paham. Hanya wajahnya yang anggun yang selalu  Aku perhatikan. Hanya senyumnya yang manis yang Aku rasakan. Hanya tawanya khas yang tiada pernah Aku lupa. Hanya saja, hati ini sulit menerima. Mengapa Aku baru sekarang mengenalnya lebih dalam. Mengapa di saat Aku telah dengan yang lain. Cinta baru datang tiba – tiba.

            Dit... dit... dit.... handphoneku berbunyi. Satu mesej tertanda SayanxQ. Aku buka dengan wajah kesal, karena membuat Zahrina diam. Met Sore Beb. Gi Pa Syg. Tiada sedikitpun rona senyum di wajahku. Zahrina justru memandangku dengan wajah menegang. Aku mulai salting dan bingung.

            “ Kok ngeliatinnya kayak gitu Nin. Apa ada yang salah di wajahku.” Tanyaku sedari menundukkan kepala.

            “ Boby kapan bisa dapat predikat cumlaude kalau BBMan terus.” Jawabnya buat Aku kaget.

            “ Lha siapa yang BBMan Nin. Aku gak BBMan.” Terangku.

            “ Itu Hp apaan.”

            “ Ini emang Hp BB Nin. Tapi, sumpah dari tadi aku merhatiin kamu, gak BBMan.”

            “ Ooooh jadi, dari tadi itu gak merhatikan yang aku ajarin tapi malah ngamatin aku. Bagus ya Bob. Besok aku gak mau ngajar lagi.”

            “ Cantiknya ilang lo kalau ngambeg. Nin kamu sudah janji buat aku sama – sama sukses seperti kamu.”


            Jurus jituku ketika Zahrina mulai kesal kepadaku. Zahrina memang sudah berjanji untuk selalu membantuku dalam hal belajar. Itu semua atas dasar permintaan Ayahku. Ayahku sendiri yang datang menemui Zahrina untuk selalu membantuku dalam hal belajar, apalagi saat tahu kita sama – sama berada di Yogyakarta. Hal ini membuat Ayahku semakin bahagia. Kebetulan pula Zahrina adalah tetanggaku dan teman masa kecilku.

            “ Oke Bob, emang kalau soal ini aku kalah terus. Andai aku tak sayang pada ayahmu. Aku sudah jauh denganmu.” Deg. Perkataan Zahrina membuat hatiku runtuh. Apa maksud kata jauh. Berarti selama ini Zahrina dekat denganku hanya karena Ayahku. Lagi – lagi Aku terdiam. Ocehan Zahrina aku anggap sambilalu[1].

            Perempuan yang selalu Aku panggil Nina hari ini telah mengecewakanku. Aku mulai sadar Nina memang tidak pernah mencintaiku. Aku terdiam, membisu, membayangkan semua nasehat – nasehat Ayah. Aku mulai sadar bahwa Zahrina memang gadis idaman.

            Aku pulang ke kontrakan dengan semburat kekecewaan. Kata – kata Zahrina tadi masih membekas di hatiku. Sakit yang kurasa membuat Aku tiada berdaya. Zahrina, terlalu berat memang, menyandingkan hatiku dalam benak cintamu. Engkau dan Aku memang beda.

            “ Bob, KKY mau ngadain futsal bareng lagi. Gimana mau ikut lagi tidak.” Terang Yoga dengan asyik memainkan game di ipadnya.

            “ Bob. Mau tidak.” Ulang Yoga.

            “ Bob.” Ulang Yoga sedari konsentrasi memainkan gamenya.

            “ Bobyyyyyyyyyyyyy.....................” Teriak Yoga.

            “ Ada apa. Telingaku masih dua. Jadi gak usah heboh kayak orang baru kebakaran saja rumahnya.” Jawabku enteng.

            “ Makanya punya suara itu jangan di simpan. Katanya mau audisi x factor season 2 kok diem.”

            “ Kan ada hadist yang berkata diam itu emas.”

            “ Gak usah ngomong aja sekalian, jadi orang bisu saja. Mau ikut gak.”

            “ Ikut apa ? ”
Tanyaku linglung.

            “ Ikuuuut futsaaaaaaaaaaaaaaaaaaal Boooooooobbbbb.”
Teriak Faris yang kebetulan berada tepat di samping.

            “ Astagfirullah Bob, Bob. Kesambet setan dimana to kamu ini. Pulang – pulang kayak orang kurang setrum listrik.” Tambah Hanif yang sedari tadi juga ternyata memperhatikanku.

            “ Sorry bro. Lagi galau ini.” Jelasku dengan mengotak atik catatan yang di berikan Zahrina.

            “ Woooooiiiiiiiiii.......... semuanya. Boby bisa galau.”
Teriak Hanif mengagetkan seluruh isi kontrakan KKY.

            Edi yang asyik dikamarpun ikut kaget. Sampai di depan TV hanya bisa mengelus dada melihat tingkah laku Hanif yang super heboh. Aku mulai geram, sudahku bilang sedang galau, malah mereka heboh. Membuat Aku semakin jenuh dan marah. Aku putuskan untuk keluar dan membeli secangkir moccacino dan sepiring nasi goreng. Zahrina masih menghantuiku, sedangkan kekasihku tiada hentinya menanyai kabarku.

            “ Silahkan mas.” Pelayan warung samping kontrakanku membuyarkan lamunanku.

            “ Makasih mas.” Jawabku setengah resah.

            “ Mas Boby kenapa, sepertinya sedang ada banyak masalah, wajahnya terlihat murung sekali.” Selidik pelayan itu menghentikan makanku.

            “ Iya pa mas. Ah mas ngarang. Saya biasa saja mas. Santai saja.”

            “ Syukurlah.”


            Kenyang sudah perut ini. Aku langkahkan kaki ini menuju kontrakan. Namun, Aku malas bertemu mereka. Ah, pasti mereka menertawaiku gara – gara kata galau. Aku putuskan duduk di teras sambil menghisab batang rokok yang selalu setia menemaniku. Sambil membuka ulang catatan yang di berikan Zahrina. Aku bertekad untuk bisa membahagiakan Ayah.

            Dit... dit... dit.... benak hati pasti dia lagi. Aah malas. Namun karena penasaran, Aku tengok saja. Satu mesej bernamakan Hanaufa. Tumben ini anak SMS. Paling juga kata – kata puitisnya. Ah lagu lama.

            Malam kadang aku jadikan panutan. Rindu kadang menjadi penghalang. Kasih kadang tak setia. Cinta kadang merana. Bintang masih bersinar di atas atap. Bulan masih kadang sabit dengan lekuk indah, begitu cinta bersemi, bagai dedaunan siap berkembang. Aku bukan tidak ingin setia, namun malam mengajarkan siang dan siang selalu menerima malam. Aku bisa berubah mentari menjadi senja dan senja menjadi malam. Namun, aku ingin tetap setia, meski angin ingin cepat merobohkan tiang yang setia menjaga hati dan perasaan. Selamat malam semua....... semoga akan tetap bahagia. J J J J

            Aku tertawa mendapati SMS ini. Serasa ini bocah tahu keadaan yang sedang Aku alami saat ini. Yah, Aku coba melukis malam dengan wajahmu Zahrina. Dengan kacamatamu Aku berlindung dari pandangan. Dengan senyummu Aku merasa tentram dan nyaman dan dengan candamu Aku bahagia. Dengan bertemu dan memandangmu Aku seakan merasa bahwa kau gadis yang kupuja.

            Astagfirullah. Aku masih punya dia, dia yang selalu setia pula padaku. Tuhan, apa yang menjadi gejolak hati hamba. Mengapa Engkau beri rasa mendua. Inginku awal hanya dia yang ku puja, mengapa harus ada Zahrina. Apa hanya karena perkataan Ayah. Hatiku bimbang Tuhan. Dosakah Aku menduakan rasa, bukan cinta yang ada atas dasar berkatMu. Namun mengapa harus mengisakkan dada dan membunuh fikiran yang ada. Sungguh Tuhan, Aku merasa tersiksa atas rasa ini. Aku mulai mengeluh lagi, cinta yang hadir membuatku terluka.

            “ Hei Bob.” Sapa Lek Yoz sambil menepuk bahuku.

            “ Kamu to Lek[2], ngagetin saja.”
Jawabku pada seorang lelaki yang bernama Firozut Tajul Wafa, namun kita semua lebih senang memanggilnya lek Yoz.

            “ Kamu kenapa Bob. Kok menyendiri, ada masalah apa sebenarnya.”
Tanya lek Yoz sedari sama – sama menghisab rokok.

            “ Gak ada apa – apa Lek. Cuman tiba – tiba kangen saja sama Ayah.”

            “ Tumben kangen sama Ayah. Gak biasanya. Kangen itu sama pacar. Hahahahaha.”
Celoteh lek Yoz.

            “ Hahahahaha. Lek Yoz bisa aja. Beneran ini Lek Yoz.”
Dalam hati Aku ingin sekali meluapkan segala isi hatiku pada Lek Yoz, namun lagi – lagi hatiku terhentak oleh bibirku yang sedang asyik menikmati rokok dan teringat Zahrina.

            “ Ya sudahlaaaaaaaah.... kalau tidak mau cerita.”
Kata Lek Yoz mengakhiri obrolan.

            “ Tunggu Lek.”
Kataku menghentikan langkah Lek Yoz.

Mau tau apa yang akan dikatakan oleh Bobi pada Lek Yoz. Tunggu season selanjutnya yaa. Tetap setia mengunjungi blognya KKY. Kreatifitas tanpa batas. Salam sastra salam budaya.

 _______________________
[1] Sambilalu berarti biarkan berlalu/ tidak peduli.

[2] Lek itu panggilan akrab dalam bahasa jawa yang serasa di tuakan.

0 komentar:

 
Back to top!